Pada abad ke IX SM, Nabi Ibrahim ‘alaihi shalatu wa salam
keluar dari kampung halamannya di Syam menuju tanah Hijaz, menuju suatu
lembah yang gersang, tidak memiliki tanaman, dan dipagari bukit-bukit
berbatu. Di sinilah lahir sebagian dari keturunan Nabi Ibrahim,
mengemban dakwah tauhid, dan kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Di kemudian hari negeri tersebut disebut Mekah.
Memang Mekah adalah daerah yang gersang
tidak memiliki tumbuhan, cuaca yang terik dengan curah hujan yang
rendah, namun daerah ini memiliki tempat tersendiri di hati umat Islam,
wilayah ini dan penduduknya senantiasa dirindukan oleh hati-hati orang
yang beriman. Yang demikian merupakan berkah dari doa Nabi Ibrahim yang
Allah abadikan dalam firman-Nya,
رَبَّنَا
إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ
بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ
الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku
telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan
kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka
dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Kapan Mekah Pertama Dihuni Manusia?
Tidak ada sumber yang benar-benar bisa
dijadikan pijakan, kapan Mekah pertama kali dihuni atau siapa yang
pertama kali memimpin di Mekah. Oleh karena itu, sejarawan berbeda
pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan, penghuni pertama Mekah
adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Alasannya, (1) Dalam doa Nabi Ibrahim di atas, beliau tidak menyebutkan balad (negeri), tetapi disebut dengan wadi
(lembah), artinya tempat tersebut sepi tak berpenghuni. (2) Tidak ada
ayat-ayat atau hadis-hadis yang shahih menjelaskan atau mengisayaratkan
tentang kisah Mekah sebelum kedatangan Nabi Ibrahim. (3) Tidak ada
syariat mensucikan Ka’bah dan menjadikan Mekah sebagai tanah haram serta
menyeru manusia untuk mendatanginya kecuali setelah Nabi Ibrahim
meninggali tempat tersebut.
Pendapat yang lain menyatakan bahwa
sejarah Mekah tidak hanya dimulai pada masa Nabi Ibrahim atau nabi dan
rasul sebelum beliau, bahkan sejarah Mekah telah ada sejak zaman Nabi
Adam ‘alaihissalam. Mereka yang berpendapat demikian berargumentasi dengan ayat Alquran:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula
dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di
Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran: 96)
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا
Dan (ingatlah), ketika Kami
memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan
mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku…” (QS. Al-Hajj: 26)
وَإِذْ
يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya
berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127)
Ayat pertama menjelaskan bahwa rumah
pertama dibangun untuk manusia adalah rumah yang berada di Bakkah atau
Mekah, sedangkan Nabi Ibrahim bukanlah manusia pertama otomatis rumah
pertama tersebut bukan dibangun oleh beliau. Adapun kedua dan ketiga
mengisyaratkan bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam bukanlah orang pertama yang membangun Ka’bah, keduanya hanya meninggikan bangunan tersebut.
Dengan demikian –menurut orang-orang yang
memegang pendapat yang kedua-, Mekah sudah dimakmurkan sebelum Nabi
Ibrahim memakmurkannya, bahkan ada yang mengatakan Mekah memiliki
fase-fase yang berbeda di setiap zamannya. Kota tersebut pernah menjadi
kota yang hijau ditumbuhi tanaman dan juga mengalami masa-masa
kegersangan. Oleh karena itu, Mekah disebut ummul qura, ibunya negeri-negeri.
Kesimpulannya, kedua pendapat ini adalah
buah dari analisis yang masing-masing memiliki argumentasi, bisa jadi
yang pertama benar dan yang kedua salah, demikian juga sebaliknya.
Keduanya memiliki kemungkinan benar.
Masa Nabi Ibrahim Menetap di Mekah
Nabi Ibrahim mengajak keluarganya menuju
ke Mekah, lalu atas perintah Allah beliau meninggalkan istrinya, Hajar,
bersama anaknya yang masih kecil bernama Ismail di lembah yang kering
berbatu tersebut. Setelah beberapa tahun Nabi Ibrahim kembali ke Mekah.
Beliau melihat lembah tersebut telah berubah; di sana sudah terdapat
sumber air, dan ada masyarakat ikut tinggal di sana bersama istri dan
anaknya, yakni kabilah Jurhum. Anaknya Ismail sudah beranjak tumbuh dan
membaur bersama masyarakat. Mekah pun menjadi tempat orang-orang asing
singgah dan cahaya agama muncul di sana.
Setelah itu, Nabi Ibrahim dan Ismail
diperintahkan untuk membangun atau mengembalikan keadaan Bait al-Haram
sebagaimana sedia kala. Ketika bangunan itu sempurna, Nabi Ibrahim
diperintahkan menyeru manusia untuk berhaji ke Bait al-Haram. Dengan
demikian semaraklah kota tersebut dan terkenal di kalangan masyarakat
Arab.
Perintah Allah dan tujuan menetapkan
keluarganya di Mekah telah Nabi Ibrahim tunaikan, beliau pun
meninggalkan kota tersebut dengan mengamanatinya kepada anaknya Ismail.
Masa Antara Nabi Ismail dan Qushay (Quraisy)
1. Masa Nabi Ismail
Nabi Ismail ‘alaihissalam hidup
selama 130 tahun. Dalam rentang waktu satu abad tersebut, beliau
mengalami dua kali pernikahan. Istri pertama dari kabilah Qathura dan
yang kedua dari Jurhum. Ayahnya, Nabi Ibrahim, pernah datang ke rumah
Nabi Ismail di Hijaz akan tetapi mereka belum berjumpa pada saat itu,
Nabi Ibrahim hanya berjumpa dengan istri dari anaknya ini. Mendengar
banyak keluhan dari sang menantu, akhirnya Nabi Ibrahim memerintahkan
putranya Ismail untuk menceraikan istrinya. Lalu menikahlah Nabi Ismail
dengan wanita dari kabilah Jurhum.
Nabi Ismail dianugerahi 12 orang anak
buah dari pernikahannya dengan wanita Jurhum. Anak-anak Nabi Ismail
ditugasi untuk merawat Ka’bah, mengajarkan manasik haji, dan mendidik
para jamaah haji dengan ajaran tauhid. Ada yang mengatakan bahwa
anak-anaknya ini termasuk dari kalangan nabi namun bukan rasul.
Sepeninggal Nabi Ismail, penjagaan
Baitullah al-Haram diamanatkan kepada putranya Nabit. Setelah itu para
sejarawan berselisih pendapat apakah Nabit menguasai daerah ini hingga
wafatnya atau ia serahkan kepada paman-pamannya dari kabilah Jurhum.
2. Jurhum Menguasai Mekah
Ibnu Hisyam menjelaskan dalam sirahnya,
bahwa yang memerintah Mekah adalah dua kabilah besar, Jurhum dan
Qathura. Jurhum memerintah wilayah utara Hijaz dan Qathura mengatur
wilayah Selatannya. Keadaan demikian terus berlangsung hingga terjadi
perselisihan antara dua kabilah ini yang mengakibatkan peperangan. Untuk
memecah kebuntuan dan mengakhiri konflik, akhirnya dua kelompok ini
mengadakan perundingan, hasilnya Jurhum menjadi kabilah yang memimpin
Mekah.
Setelah lama berkuasa, mulailah
kecongkakan dan sifat sewenang-wenang muncul di tengah orang-orang
Jurhum. Mereka mulai lalai dalam mengurus Baitullah al-Haram, berbuat
sewenang-wenang terhadap para peziarah yang berkunjung ke sana, bahkan
melakukan perbuatan keji di dalam atau di dekat Baitullah al-Haram. Dua
buah berhala yang bernama Isaf dan Nailah adalah sepasang manusia yang
melakukan perbuatan keji di dekat al-Haram. Walaupun kisah mereka
diriwayatkan dari tukang cerita, akan tetapi setidaknya hal itu
menggambarkan situasi masyarakat Mekah saat itu.
3.Jurhum Diusir dan Khuza’ah Berkuasa
Berita-berita tentang kezaliman yang
dilakukan oleh kabilah Jurhum membuat kabilah-kabilah lainnya pun mulai
meresponnya. Lalu berserikatlah bani Abdu Manat dengan Khuza’ah untuk
menggulingkan Jurhum dari tahta mereka. Peperangan pun tak dapat
dielakkan lagi, Jurhum tak mampu mengatasi sekutu Bani Abdu Manat dan
Khuza’ah. Akhirnya mereka pun terusir dari Mekah setelah mendiami tempat
tersebut selama beberapa generasi.
Setelah kepergian Jurhum, kekuasaan Mekah
dipegang oleh kabilah Khuza’ah. Ada yang menyatakan Khuza’ah berkuasa
di Mekah selama 500 tahun, ada pula yang mengatakan 800 tahun, Allahu
a’lam berapa tahun pastinya kabilah ini memegang tanggung jawab atas
Baitullah al-Haram.
Salah seorang tokoh Khuza’ah yang paling
terkenal adalah Amr bin Luhai al-Khuza’i. Amr adalah orang pertama yang
membawa berhala-berhala menuju Baitullah al-Haram dan mengubah agama
tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang Amr bin Luhai,
“Aku melihat Amr bin Amr bin Luhai
mengeluarkan ususnya di neraka dan ia adalah orang pertama yang
membuat-buat ajaran al-sayaaib (onta yang tidak boleh diberikan beban
dan dikhususkan untuk nadzar sehingga dilepas makan dan minum apa saja
dan tidak ditunggangi).” (HR. Bukhari, no. 3260).
4. Qushay Mengambil Alih Mekah dari Khuza’ah
Qushay adalah salah seorang yang nasabnya bersambung sampai Nabi Ismail ‘alaihissalam,
istilah Quraisy baru dikenal di zamannya, tidak pernah terdengar
seseorang menyebut istilah Quraisy di masa-masa sebelumnya. Lalu
siapakah Quraisy itu?
Para periwayat berbeda pendapat tentang
penamaan ini. Ada yang mengatakan Quraisy adalah laqob dari Nadhar atau
Fihr. Ada juga yang mengatakan, memang ada seseorang yang bernama
Quraisy bin Badr bin Takhlud, ia adalah cucu dari Nadhar. Pendapat lain
mengatakan Quraisy adalah istilah untuk menyebut dua kabilah terhormat
yakni kabilah Nadhar dan Fihr. Kesimpulannya, Quraisy adalah nama yang
dinisbatkan kepada Qushay dan kaumnya dari kalangan bani Fihr dan
Nadhar, dan nama ini tidak dikenal kecuali di zamannya Qushay.
Atas dasar nasab dari keturunan Nabi
Ismail Qushay dan kabilahnya merasa lebih berhak untuk mengurusi Mekah,
lalu mereka mengadakan rencana untuk mengambil alihnya dari tangan
orang-orang Khuza’ah. Pertumpahan darah pun terjadi dan berakhir dengan
jatuhnya kekuasaan Khuza’ah atas tanah haram.
Setelah penaklukkan, Qushay mengumpulkan
orang-orang Quraisy dan menempatkan mereka semua di sekitar Baitullah
al-Haram. Ia juga membagi tugas di antara kabilah-kabilah Quraisy;
memberi minum jamaah haji, memberi makanan, mengganti kiswah Ka’bah, dan
tugas-tugas lainnya.
Jika dirinci peranan-peranan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, hijabah atau sidanah
yaitu merawat Ka’bah. Qushay menentukan kabilah tertentu dari kalangan
Quraisy yang ditugaskan untuk mengurus segala sesuatu perihal Ka’bah.
Kedua, as-Siqayah yaitu memberikan minuman kepada para jamaah haji yang datang dari segala penjuru menuju tanah haram.
Ketiga, rifadah yaitu memberikan
makanan kepada jamaah haji pada saat mereka berada di Mina dan
memberikan mereka pakaian bagi yang membutuhkannya.
Keempat, liwa’ jabatan ini
dikhususkan kepada ketua kabilah. Liwa’ semacam angkatan militer Quraisy
yang berfungsi untuk peperangan dan mengawal kafilah-kafilah dagang
Quraisy.
Keempat hal ini sebenarnya telah ada
sebelum Qushay memerintah Mekah, hanya saja Qushay membagi-bagi
kekuasaan tersebut kepada beberapa kabilah, agar persatuan dan kesatuan
Quraisy tetap terjaga. Qushay mengatur politik tersebut agar
masing-masing kabilah Quraisy merasa dipandang dan memiliki peranan
sehingga tidak ada kecenderungan untuk memberontak.
Dari sini kita mengetahui, kebijakan
menjamu jamaah haji adalah warisan orang-orang Arab terdahulu dan masih
terpelihara hingga masa Kerajaan Arab Saudi sekarang. Semoga Allah
senantiasa memberlangsungkan keadaan ini, dan memberikan keamanan serta
kedamaian di daerah tersebut.
Selain itu, Qushay juga membuat Daar an-Nadwah, semacam gedung parlemen akan tetapi masih sangat sederhana. Daar an-Nadwah dibangun di dekat Ka’bah yang berfungsi sebagai tempat pertemuan pembesar dan tetua kabilah untuk mendis.Copasan Gan!!!
Smoga Bermanfaat.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar