Wayang adalah salah satu kesenian bangsa dan merupakan budaya yang
paling menonjol di Indonesia diantara banyak budaya lainnya.
Budaya wayang meliputi akting, menyanyi, musik, seni pidato, seni
sastra, lukisan, patung, dan simbol-simbol. Budaya Wayang, yang terus
berkembang dari waktu ke waktu, juga merupakan media penerangan,
propaganda, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, dan hiburan.
Menurut penelitian ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang budaya asli Indonesia, khususnya di Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum Hindu masuk ke pulau Jawa. Meskipun cerita Wayang populer di masyarakat saat ini merupakan adaptasi dari karya sastra India, Ramayana dan Mahabharata. Kedua cerita utama dalam pewayangan yang mengalami banyak perubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Menurut penelitian ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang budaya asli Indonesia, khususnya di Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum Hindu masuk ke pulau Jawa. Meskipun cerita Wayang populer di masyarakat saat ini merupakan adaptasi dari karya sastra India, Ramayana dan Mahabharata. Kedua cerita utama dalam pewayangan yang mengalami banyak perubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.
UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula negara lain yang memiliki pertunjukan boneka.
Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya
tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari
Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003.
Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Selatan. Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India.
Namun, kejeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu
menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi warna
tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan
awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke 4 yang berbunyi si Galigi mawayang
Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan
yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan
agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.
Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi,
dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang
inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan
Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Ketika misionaris Katolik, Pastor Timotheus L. Wignyosubroto, SJ pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu, yang sumber ceritanya berasal dari Alkitab.
Wayang Kulit
- Wayang Purwa
- Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
- Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
- Wayang Madya
- Wayang Gedog
- Wayang Dupara
- Wayang Wahyu
- Wayang Suluh
- Wayang Kancil
- Wayang Calonarang
- Wayang Krucil
- Wayang Ajen
- Wayang Sasak
- Wayang Sadat
- Wayang Parwa
- Wayang Arja
- Wayang Gambuh
- Wayang Cupak
- Wayang Beber
Wayang Kayu
- Wayang Golek/Wayang Thengul
- Wayang Menak
- Wayang Papak/Wayang Cepak
- Wayang Klithik
- Wayang Timplong
- Wayang Potehi
Wayang Orang
Wayang Rumput
Wayang Motekar
Wayang Rumput
Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wayang kulit
yang terbuat dari rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket biasanya
dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita perwayangan pada
anak-anak di desa-desa Jawa.
Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu
dirangkai (dengan melipat) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena
bahannya, wayang suket biasanya tidak bertahan lama.
Seniman asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai tokoh yang
berusaha mengangkat wayang suket pada tingkat pertunjukan panggung.
Bahkan jika menyebut wayang suket, sekarang sudah lekat dengan
pertunjukan wayangnya Slamet Gundono lulusan STSI Pedalangan yang kini
menetap di Solo. Wayang Suket slamet Gundono, awalnya bermediakan wayang
yang terbuat dari suket, namun Slamet Gundono lebih mengandalkan unsur
teatrikal dan kekuatan berceritera. Dalam pementasan wayang suketnya,
Slamet Gundono menggunakan beberapa alat musik yang teridiri dari
gamelan, alat petik, tiup dan beberapa alat musik tradisi lainnya.
Slamet juga dibantu beberapa pengrawit, penari yang merangkap jadi
pemain, untuk melengkapi pertunjukannya. Seting panggungnya berubah-ubah
sesuai tema yang ditentukan.
Media bertutur Slamet Gundono tidak hanya wayang suket tetapi juga
wayang kulit dan kadang memakai dedaunan untuk dijadikan tokoh wayang.
Kehebatan bertutur (pendongeng) dalang satu ini sudah tidak diragukan
lagi. Banyak kalangan Dalang muda yang memuji kemampuan bertutur Slamet
Gundono. Misalnya Ki Sigit Ariyanto; " Jangkan dengan wayang, dengan
pecahan genteng atau serpihan plastik Gundono dapat mendalang dengan
baik". Bahkan menurut Ki Bambang Asmoro, dengan media yang ada, Slamet
Gundono bisa menuntun penonton ke dalam emajinasi yang lebih dalam,
sehingga roh atau esensi wayang sebagai pertunjukan bayangan
"wewayanganing aurip" menjadi lebih bermakna dan multi tafsir.
Wayang Motekar
Wayang Motekar adalah sejenis pertunjukan teater bayang-bayang
(shadow puppet theater) atau di dalam kebudayaan Sunda, Jawa, dan
Indonesia pada umumnya dikenal dengan sebutan wayang kulit.
Tapi, bedanya, jika wayang kulit atau seperti semua bentuk shadow
puppet itu berupa pertunjukan bayang-bayang (shadow) satu warna hitam;
sedangkan Wayang Motekar telah menemukan teknik baru sehingga
bayang-bayang wayang itu bisa tampil dengan warna penuh. Kemungkinan itu
terjadi karena prinsip dasar Wayang Motekar menggunakan bahan plastik,
pewarna transparan, dan sistem cahaya dan layar khusus.
Wayang Motekar ditemukan dan dikembangkan oleh Herry Dim setelah
melewati eksperimen lebih dari delapan tahun (1993 - 2001). Kali pertama
dipentaskan di Bandung pada 30 Juni 2001, saat itu diberi nama oleh
Arthur S Nalan dengan sebutan “gambar motekar,” dan pada perkembangan
berikutnya Prof. Dr. Yus Rusyana menambahkan sebutan “teater kalangkang”
sehingga menjadi “Teater Kalangkang Gambar Motekar.”
Kini, demi mendapatkan nama yang lebih singkat serta langsung
terhubung kepada induk keseniannya, maka disebut Wayang Motekar. Pada
awalnya adalah pertunjukan Meta Teater (1991-1992) yang antara lain
menggunakan alat OHP (Overhead Projector). Setelah pertunjukan tersebut,
Herry Dim melakuakn uji-coba membuat sejumlah wayang untuk dimainkan di
atas OHP.
Seluruh eksperimen berlangsung di Studio Pohaci, Bandung, bersama
penggagas utamanya yaitu Herry Dim. Di kemudian hari, 1997, barulah
eksperimen ini melibatkan pula M. Tavip hingga kemudian ditemukan moda
“wayang motekar” seperti yang kita kenal sekarang, yaitu tidak
menggunakan lagi OHP melainkan dengan lampu dan layar khusus.
Setelah ditemukan inilah kemudian kita mengenal “Wayang Tavip” yang
dikembangkan oleh M. Tavip; wayang “Kakufi” (kayu, kulit, dan fiber)
yang dikembangkan oleh Arthur S. Nalan; sementara Herry Dim bersama
Studio Pohaci tetap menggunakan nama Wayang Motekar.*
Beberapa seni budaya wayang selain menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bali juga ada yang menggunakan bahasa Melayu lokal seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang, dan bahasa Banjar. Beberapa diantaranya antara lain:
- Wayang Surakarta
- Wayang Jawa Timur
- Wayang Bali
- Wayang Sasak (NTB)
- Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
- Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
- Wayang Betawi (Jakarta)
- Wayang Cirebon (Jawa Barat)
- Wayang Madura (sudah punah)
- Wayang Siam (Kelantan, Malaysia)
Semoga Bermanfaat.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar